Sabtu, 16 Januari 2016

berbagai jenis motif/ukiran keben


SOKASI PRADA MOTIF WAYANG  PRADA UKURAN 26 X 28 CM
HARGA ECERAN PUBLISH Rp 200.000  Harga online Rp 170.000
IMG-20130125-02864
SOKASI PRADA MOTIF WAYANG PRADA NATURAL UKURAN 26 X 28 CM
HARGA ECERAN PUBLISH Rp 200.000  Harga online Rp 170.000
IMG00958-20130106-0944
SOKASI PRADA MOTIF UKIR BALI   UKURAN BESAR  33 X 35 CM
HARGA ECERAN PUBLISH Rp 250.000  Harga online Rp 200.000 


Keben ukir motif boma bahan fiber bentuk kotak ukuran 30cm warna pastel harga 330rb.













Tak ada kayu rotanpun jadi, pepatah inilah yang diberlakukan para perajin dulang di banjar Blungbang, Penarungan Bali. Adalah ibu Made yang menjadi pionir pembuatan dulang dari rotan ini sejak setahun belakangan. Dia sebelumnya bekerja di café dekat monumen bom Bali di Kuta. “Sejak ada pemasangan paping dan penggalian jalan café jadi sepi, saya tak perlu lembur dari pagi sampai malam kerjanya jadi timbul ide membuat dulang dari rotan ini,” ungkapnya kemarin. Dibantu Tohir dari Malang Jatim dia memulai dengan membuat cetak birunya. Terbuat dari sekitar 6 kayu berbentuk lingkaran. Ada yang diameternya 10 inchi, 8 inchi, 6 inchi, 4 inchi dan yang terkecil 2 inchi. Dari mal setebal 1 inchi inilah dia memulai karya artistik itu. Tohir bertugas membentuk untaian rotan mengikuti bentuk mal tersebut. Ujungnya dikuatkan dengan paku kecil kemudian diberi lem besi sehingga lingkaran itu tidak lepas nantinya. “Pertama yang dibuat adalah lingkaran dasarnya, kemudian leher dulang dan terakhir barulah tatakan bagian atasnya,” tutur bekas perajin anyaman bambu ini. Tidak seperti membuat anyaman bambu yang hanya merajut ganjil dan genap, untuk membuat dulang Tohir perlu kehati hatian dan kepresisian yang tinggi. “Saya yang mengawasi langsung apakah lingkarannya sudah sempurna atau belum,” ucap bu Made. Setelah dasaran dulang selesai maka dibuatlah lingkaran berikutnya yang menjadi bagian atas dari dulang itu sendiri. Di Bali kaum wanitanya sangat piawai membuat gebogan buah, mereka menyusun apel, manggis, pisang dan kue bolu untuk membuat banten yang menarik. Tapi itu hanya dengan dasaran dulang saja.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/budiartha/kreativitas-dulang-rotan_550d5370a33311201e2e3a2e
Tak ada kayu rotanpun jadi, pepatah inilah yang diberlakukan para perajin dulang di banjar Blungbang, Penarungan Bali. Adalah ibu Made yang menjadi pionir pembuatan dulang dari rotan ini sejak setahun belakangan. Dia sebelumnya bekerja di café dekat monumen bom Bali di Kuta. “Sejak ada pemasangan paping dan penggalian jalan café jadi sepi, saya tak perlu lembur dari pagi sampai malam kerjanya jadi timbul ide membuat dulang dari rotan ini,” ungkapnya kemarin. Dibantu Tohir dari Malang Jatim dia memulai dengan membuat cetak birunya. Terbuat dari sekitar 6 kayu berbentuk lingkaran. Ada yang diameternya 10 inchi, 8 inchi, 6 inchi, 4 inchi dan yang terkecil 2 inchi. Dari mal setebal 1 inchi inilah dia memulai karya artistik itu. Tohir bertugas membentuk untaian rotan mengikuti bentuk mal tersebut. Ujungnya dikuatkan dengan paku kecil kemudian diberi lem besi sehingga lingkaran itu tidak lepas nantinya. “Pertama yang dibuat adalah lingkaran dasarnya, kemudian leher dulang dan terakhir barulah tatakan bagian atasnya,” tutur bekas perajin anyaman bambu ini. Tidak seperti membuat anyaman bambu yang hanya merajut ganjil dan genap, untuk membuat dulang Tohir perlu kehati hatian dan kepresisian yang tinggi. “Saya yang mengawasi langsung apakah lingkarannya sudah sempurna atau belum,” ucap bu Made. Setelah dasaran dulang selesai maka dibuatlah lingkaran berikutnya yang menjadi bagian atas dari dulang itu sendiri. Di Bali kaum wanitanya sangat piawai membuat gebogan buah, mereka menyusun apel, manggis, pisang dan kue bolu untuk membuat banten yang menarik. Tapi itu hanya dengan dasaran dulang saja. 13267539601828415807 Doc. Pribadi “Dengan dulang bertingkat ini mereka tidak perlu lagi menggunakan lidi untuk menusuk buah, cukup menyusunnya di setiap tingkat dan hasilnya jauh lebih indah,” tutur Made. Kebanyakan memang yang memanfaatkan adalah para pedagang souvenis di Sukawati Gianyar. Mereka menjualnya dengan harga Rp 150.000 perbuahnya. Pembeli kebanyakan menggunakannya untuk sekedar pajangan. Bukan menggunakannya untuk tatakan banten buat upacara adat. Selama setahun berkarya Tohir hanya mampu membuat yang ukuran setinggi 30cm saja. Karena mal untuk ukuran itulah yang tersedia. “Saya akan berusaha membuat ukuran yang lebih besar lagi kalau modalnya sudah cukup,” ujar Made. Lingkaran dulang yang telah rapi kemudian diproses lebih lanjut. Kali ini yang bertugas adalah suaminya. Pertama sekali dulang dari rotan itu harus diamplas agar tidak ada serabut rotan yang tersisa, kemudian diberi cat acrilik warna kuning muda atau coklat. Dia tidak membuat dulang warna merah atau biru karena kedua warna itu dalam pilosofi orang Bali dianggap kurang baik. Setelah kering, dulang berikut lima tingkatan lainnya itu diberi ragam hias. Selama ini yang baru dibuat adalah ragam hias berbentuk bunga, burung dan ikan. “Suami saya juga bukan seniman, dia membuatnya dengan gaya amatiran terutama untuk bentuk yang umum di kenal di Bali, mungkin nanti akan ada gambar macan dan gajah dalam dulang rotan kami,” ungkap Made lagi. Dia tidak perlu bersusah payah menjajakan dulangnya keliling kampung seperti perajin dulang di masa lampau. Cukup dengan memajangnya di depan bengkel kerjanya di pinggir jalan Penarungan. Ada saja pembeli yang mampir untuk membeli. Saat liburan tahun baru atau menjelang hari raya biasanya dulang dari rotan itu laris manis. Dalam satu hari pernah laku sampai 10 unit, artinya tak kurang Rp 1 juta pemasukannya dalam sehari. “Yah lumayan ketimbang penghasilan saya sebagai waitres café di Kuta itu, seharian bekerja dapetnya cuma cukup untuk beli bedak, sekarang bisalah untuk beli daluman dan rujak buat seluruh keluarga,” ucapnya.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/budiartha/kreativitas-dulang-rotan_550d5370a33311201e2e3a2e
Tak ada kayu rotanpun jadi, pepatah inilah yang diberlakukan para perajin dulang di banjar Blungbang, Penarungan Bali. Adalah ibu Made yang menjadi pionir pembuatan dulang dari rotan ini sejak setahun belakangan. Dia sebelumnya bekerja di café dekat monumen bom Bali di Kuta. “Sejak ada pemasangan paping dan penggalian jalan café jadi sepi, saya tak perlu lembur dari pagi sampai malam kerjanya jadi timbul ide membuat dulang dari rotan ini,” ungkapnya kemarin. Dibantu Tohir dari Malang Jatim dia memulai dengan membuat cetak birunya. Terbuat dari sekitar 6 kayu berbentuk lingkaran. Ada yang diameternya 10 inchi, 8 inchi, 6 inchi, 4 inchi dan yang terkecil 2 inchi. Dari mal setebal 1 inchi inilah dia memulai karya artistik itu. Tohir bertugas membentuk untaian rotan mengikuti bentuk mal tersebut. Ujungnya dikuatkan dengan paku kecil kemudian diberi lem besi sehingga lingkaran itu tidak lepas nantinya. “Pertama yang dibuat adalah lingkaran dasarnya, kemudian leher dulang dan terakhir barulah tatakan bagian atasnya,” tutur bekas perajin anyaman bambu ini. Tidak seperti membuat anyaman bambu yang hanya merajut ganjil dan genap, untuk membuat dulang Tohir perlu kehati hatian dan kepresisian yang tinggi. “Saya yang mengawasi langsung apakah lingkarannya sudah sempurna atau belum,” ucap bu Made. Setelah dasaran dulang selesai maka dibuatlah lingkaran berikutnya yang menjadi bagian atas dari dulang itu sendiri. Di Bali kaum wanitanya sangat piawai membuat gebogan buah, mereka menyusun apel, manggis, pisang dan kue bolu untuk membuat banten yang menarik. Tapi itu hanya dengan dasaran dulang saja. 13267539601828415807 Doc. Pribadi “Dengan dulang bertingkat ini mereka tidak perlu lagi menggunakan lidi untuk menusuk buah, cukup menyusunnya di setiap tingkat dan hasilnya jauh lebih indah,” tutur Made. Kebanyakan memang yang memanfaatkan adalah para pedagang souvenis di Sukawati Gianyar. Mereka menjualnya dengan harga Rp 150.000 perbuahnya. Pembeli kebanyakan menggunakannya untuk sekedar pajangan. Bukan menggunakannya untuk tatakan banten buat upacara adat. Selama setahun berkarya Tohir hanya mampu membuat yang ukuran setinggi 30cm saja. Karena mal untuk ukuran itulah yang tersedia. “Saya akan berusaha membuat ukuran yang lebih besar lagi kalau modalnya sudah cukup,” ujar Made. Lingkaran dulang yang telah rapi kemudian diproses lebih lanjut. Kali ini yang bertugas adalah suaminya. Pertama sekali dulang dari rotan itu harus diamplas agar tidak ada serabut rotan yang tersisa, kemudian diberi cat acrilik warna kuning muda atau coklat. Dia tidak membuat dulang warna merah atau biru karena kedua warna itu dalam pilosofi orang Bali dianggap kurang baik. Setelah kering, dulang berikut lima tingkatan lainnya itu diberi ragam hias. Selama ini yang baru dibuat adalah ragam hias berbentuk bunga, burung dan ikan. “Suami saya juga bukan seniman, dia membuatnya dengan gaya amatiran terutama untuk bentuk yang umum di kenal di Bali, mungkin nanti akan ada gambar macan dan gajah dalam dulang rotan kami,” ungkap Made lagi. Dia tidak perlu bersusah payah menjajakan dulangnya keliling kampung seperti perajin dulang di masa lampau. Cukup dengan memajangnya di depan bengkel kerjanya di pinggir jalan Penarungan. Ada saja pembeli yang mampir untuk membeli. Saat liburan tahun baru atau menjelang hari raya biasanya dulang dari rotan itu laris manis. Dalam satu hari pernah laku sampai 10 unit, artinya tak kurang Rp 1 juta pemasukannya dalam sehari. “Yah lumayan ketimbang penghasilan saya sebagai waitres café di Kuta itu, seharian bekerja dapetnya cuma cukup untuk beli bedak, sekarang bisalah untuk beli daluman dan rujak buat seluruh keluarga,” ucapnya. 13267540071710341821 Doc. Pribadi Disamping untuk membayar si Tohir yang ongkos kerjanya boronga. Dia mendapatkan Rp 6000 untuk setiap dulang rotan yang dihasilkannya. Dalam sehari dia mampu menyelesaikan 10 unit. Semua jadi bergembira karena penemuannya itu. Ibu ibu yang biasa kesulitan membuat gebogan buah diringankan bebannya. Wisatawan domestik yang sudah bosan dengan aneka souvenir yang sekedar patung dan bunga dari kayu juga mendapatkan barang baru yang selain artistik juga fungsional.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/budiartha/kreativitas-dulang-rotan_550d5370a33311201e2e3a2e

Tidak ada komentar:

Posting Komentar