SOKASI PRADA MOTIF WAYANG PRADA UKURAN 26 X 28 CM
HARGA ECERAN PUBLISH Rp 200.000 Harga online Rp 170.000
SOKASI PRADA MOTIF WAYANG PRADA NATURAL UKURAN 26 X 28 CM
HARGA ECERAN PUBLISH Rp 200.000 Harga online Rp 170.000
SOKASI PRADA MOTIF UKIR BALI UKURAN BESAR 33 X 35 CM
HARGA ECERAN PUBLISH Rp 250.000 Harga online Rp 200.000
Keben ukir motif boma bahan fiber bentuk kotak ukuran 30cm warna pastel harga 330rb.
Tak ada kayu rotanpun jadi, pepatah inilah yang diberlakukan para
perajin dulang di banjar Blungbang, Penarungan Bali. Adalah ibu Made
yang menjadi pionir pembuatan dulang dari rotan ini sejak setahun
belakangan.
Dia sebelumnya bekerja di café dekat monumen bom Bali di Kuta. “Sejak
ada pemasangan paping dan penggalian jalan café jadi sepi, saya tak
perlu lembur dari pagi sampai malam kerjanya jadi timbul ide membuat
dulang dari rotan ini,” ungkapnya kemarin.
Dibantu Tohir dari Malang Jatim dia memulai dengan membuat cetak
birunya. Terbuat dari sekitar 6 kayu berbentuk lingkaran. Ada yang
diameternya 10 inchi, 8 inchi, 6 inchi, 4 inchi dan yang terkecil 2
inchi. Dari mal setebal 1 inchi inilah dia memulai karya artistik itu.
Tohir bertugas membentuk untaian rotan mengikuti bentuk mal tersebut.
Ujungnya dikuatkan dengan paku kecil kemudian diberi lem besi sehingga
lingkaran itu tidak lepas nantinya.
“Pertama yang dibuat adalah lingkaran dasarnya, kemudian leher dulang
dan terakhir barulah tatakan bagian atasnya,” tutur bekas perajin
anyaman bambu ini. Tidak seperti membuat anyaman bambu yang hanya
merajut ganjil dan genap, untuk membuat dulang Tohir perlu kehati hatian
dan kepresisian yang tinggi.
“Saya yang mengawasi langsung apakah lingkarannya sudah sempurna atau
belum,” ucap bu Made. Setelah dasaran dulang selesai maka dibuatlah
lingkaran berikutnya yang menjadi bagian atas dari dulang itu sendiri.
Di Bali kaum wanitanya sangat piawai membuat gebogan buah, mereka
menyusun apel, manggis, pisang dan kue bolu untuk membuat banten yang
menarik. Tapi itu hanya dengan dasaran dulang saja.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/budiartha/kreativitas-dulang-rotan_550d5370a33311201e2e3a2e
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/budiartha/kreativitas-dulang-rotan_550d5370a33311201e2e3a2e
Tak ada kayu rotanpun
jadi, pepatah inilah yang diberlakukan para perajin dulang di banjar
Blungbang, Penarungan Bali. Adalah ibu Made yang menjadi pionir
pembuatan dulang dari rotan ini sejak setahun belakangan.
Dia sebelumnya bekerja di café dekat monumen bom Bali di Kuta. “Sejak
ada pemasangan paping dan penggalian jalan café jadi sepi, saya tak
perlu lembur dari pagi sampai malam kerjanya jadi timbul ide membuat
dulang dari rotan ini,” ungkapnya kemarin.
Dibantu Tohir dari Malang Jatim dia memulai dengan membuat cetak
birunya. Terbuat dari sekitar 6 kayu berbentuk lingkaran. Ada yang
diameternya 10 inchi, 8 inchi, 6 inchi, 4 inchi dan yang terkecil 2
inchi. Dari mal setebal 1 inchi inilah dia memulai karya artistik itu.
Tohir bertugas membentuk untaian rotan mengikuti bentuk mal tersebut.
Ujungnya dikuatkan dengan paku kecil kemudian diberi lem besi sehingga
lingkaran itu tidak lepas nantinya.
“Pertama yang dibuat adalah lingkaran dasarnya, kemudian leher dulang
dan terakhir barulah tatakan bagian atasnya,” tutur bekas perajin
anyaman bambu ini. Tidak seperti membuat anyaman bambu yang hanya
merajut ganjil dan genap, untuk membuat dulang Tohir perlu kehati hatian
dan kepresisian yang tinggi.
“Saya yang mengawasi langsung apakah lingkarannya sudah sempurna atau
belum,” ucap bu Made. Setelah dasaran dulang selesai maka dibuatlah
lingkaran berikutnya yang menjadi bagian atas dari dulang itu sendiri.
Di Bali kaum wanitanya sangat piawai membuat gebogan buah, mereka
menyusun apel, manggis, pisang dan kue bolu untuk membuat banten yang
menarik. Tapi itu hanya dengan dasaran dulang saja.
13267539601828415807
Doc. Pribadi
“Dengan dulang bertingkat ini mereka tidak perlu lagi menggunakan lidi
untuk menusuk buah, cukup menyusunnya di setiap tingkat dan hasilnya
jauh lebih indah,” tutur Made.
Kebanyakan memang yang memanfaatkan adalah para pedagang souvenis di
Sukawati Gianyar. Mereka menjualnya dengan harga Rp 150.000 perbuahnya.
Pembeli kebanyakan menggunakannya untuk sekedar pajangan. Bukan
menggunakannya untuk tatakan banten buat upacara adat.
Selama setahun berkarya Tohir hanya mampu membuat yang ukuran setinggi
30cm saja. Karena mal untuk ukuran itulah yang tersedia.
“Saya akan berusaha membuat ukuran yang lebih besar lagi kalau modalnya
sudah cukup,” ujar Made. Lingkaran dulang yang telah rapi kemudian
diproses lebih lanjut. Kali ini yang bertugas adalah suaminya.
Pertama sekali dulang dari rotan itu harus diamplas agar tidak ada
serabut rotan yang tersisa, kemudian diberi cat acrilik warna kuning
muda atau coklat. Dia tidak membuat dulang warna merah atau biru karena
kedua warna itu dalam pilosofi orang Bali dianggap kurang baik.
Setelah kering, dulang berikut lima tingkatan lainnya itu diberi ragam
hias. Selama ini yang baru dibuat adalah ragam hias berbentuk bunga,
burung dan ikan.
“Suami saya juga bukan seniman, dia membuatnya dengan gaya amatiran
terutama untuk bentuk yang umum di kenal di Bali, mungkin nanti akan ada
gambar macan dan gajah dalam dulang rotan kami,” ungkap Made lagi.
Dia tidak perlu bersusah payah menjajakan dulangnya keliling kampung
seperti perajin dulang di masa lampau. Cukup dengan memajangnya di depan
bengkel kerjanya di pinggir jalan Penarungan. Ada saja pembeli yang
mampir untuk membeli.
Saat liburan tahun baru atau menjelang hari raya biasanya dulang dari
rotan itu laris manis. Dalam satu hari pernah laku sampai 10 unit,
artinya tak kurang Rp 1 juta pemasukannya dalam sehari.
“Yah lumayan ketimbang penghasilan saya sebagai waitres café di Kuta
itu, seharian bekerja dapetnya cuma cukup untuk beli bedak, sekarang
bisalah untuk beli daluman dan rujak buat seluruh keluarga,” ucapnya.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/budiartha/kreativitas-dulang-rotan_550d5370a33311201e2e3a2e
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/budiartha/kreativitas-dulang-rotan_550d5370a33311201e2e3a2e
Tak ada kayu rotanpun
jadi, pepatah inilah yang diberlakukan para perajin dulang di banjar
Blungbang, Penarungan Bali. Adalah ibu Made yang menjadi pionir
pembuatan dulang dari rotan ini sejak setahun belakangan.
Dia sebelumnya bekerja di café dekat monumen bom Bali di Kuta. “Sejak
ada pemasangan paping dan penggalian jalan café jadi sepi, saya tak
perlu lembur dari pagi sampai malam kerjanya jadi timbul ide membuat
dulang dari rotan ini,” ungkapnya kemarin.
Dibantu Tohir dari Malang Jatim dia memulai dengan membuat cetak
birunya. Terbuat dari sekitar 6 kayu berbentuk lingkaran. Ada yang
diameternya 10 inchi, 8 inchi, 6 inchi, 4 inchi dan yang terkecil 2
inchi. Dari mal setebal 1 inchi inilah dia memulai karya artistik itu.
Tohir bertugas membentuk untaian rotan mengikuti bentuk mal tersebut.
Ujungnya dikuatkan dengan paku kecil kemudian diberi lem besi sehingga
lingkaran itu tidak lepas nantinya.
“Pertama yang dibuat adalah lingkaran dasarnya, kemudian leher dulang
dan terakhir barulah tatakan bagian atasnya,” tutur bekas perajin
anyaman bambu ini. Tidak seperti membuat anyaman bambu yang hanya
merajut ganjil dan genap, untuk membuat dulang Tohir perlu kehati hatian
dan kepresisian yang tinggi.
“Saya yang mengawasi langsung apakah lingkarannya sudah sempurna atau
belum,” ucap bu Made. Setelah dasaran dulang selesai maka dibuatlah
lingkaran berikutnya yang menjadi bagian atas dari dulang itu sendiri.
Di Bali kaum wanitanya sangat piawai membuat gebogan buah, mereka
menyusun apel, manggis, pisang dan kue bolu untuk membuat banten yang
menarik. Tapi itu hanya dengan dasaran dulang saja.
13267539601828415807
Doc. Pribadi
“Dengan dulang bertingkat ini mereka tidak perlu lagi menggunakan lidi
untuk menusuk buah, cukup menyusunnya di setiap tingkat dan hasilnya
jauh lebih indah,” tutur Made.
Kebanyakan memang yang memanfaatkan adalah para pedagang souvenis di
Sukawati Gianyar. Mereka menjualnya dengan harga Rp 150.000 perbuahnya.
Pembeli kebanyakan menggunakannya untuk sekedar pajangan. Bukan
menggunakannya untuk tatakan banten buat upacara adat.
Selama setahun berkarya Tohir hanya mampu membuat yang ukuran setinggi
30cm saja. Karena mal untuk ukuran itulah yang tersedia.
“Saya akan berusaha membuat ukuran yang lebih besar lagi kalau modalnya
sudah cukup,” ujar Made. Lingkaran dulang yang telah rapi kemudian
diproses lebih lanjut. Kali ini yang bertugas adalah suaminya.
Pertama sekali dulang dari rotan itu harus diamplas agar tidak ada
serabut rotan yang tersisa, kemudian diberi cat acrilik warna kuning
muda atau coklat. Dia tidak membuat dulang warna merah atau biru karena
kedua warna itu dalam pilosofi orang Bali dianggap kurang baik.
Setelah kering, dulang berikut lima tingkatan lainnya itu diberi ragam
hias. Selama ini yang baru dibuat adalah ragam hias berbentuk bunga,
burung dan ikan.
“Suami saya juga bukan seniman, dia membuatnya dengan gaya amatiran
terutama untuk bentuk yang umum di kenal di Bali, mungkin nanti akan ada
gambar macan dan gajah dalam dulang rotan kami,” ungkap Made lagi.
Dia tidak perlu bersusah payah menjajakan dulangnya keliling kampung
seperti perajin dulang di masa lampau. Cukup dengan memajangnya di depan
bengkel kerjanya di pinggir jalan Penarungan. Ada saja pembeli yang
mampir untuk membeli.
Saat liburan tahun baru atau menjelang hari raya biasanya dulang dari
rotan itu laris manis. Dalam satu hari pernah laku sampai 10 unit,
artinya tak kurang Rp 1 juta pemasukannya dalam sehari.
“Yah lumayan ketimbang penghasilan saya sebagai waitres café di Kuta
itu, seharian bekerja dapetnya cuma cukup untuk beli bedak, sekarang
bisalah untuk beli daluman dan rujak buat seluruh keluarga,” ucapnya.
13267540071710341821
Doc. Pribadi
Disamping untuk membayar si Tohir yang ongkos kerjanya boronga. Dia
mendapatkan Rp 6000 untuk setiap dulang rotan yang dihasilkannya. Dalam
sehari dia mampu menyelesaikan 10 unit. Semua jadi bergembira karena
penemuannya itu. Ibu ibu yang biasa kesulitan membuat gebogan buah
diringankan bebannya. Wisatawan domestik yang sudah bosan dengan aneka
souvenir yang sekedar patung dan bunga dari kayu juga mendapatkan barang
baru yang selain artistik juga fungsional.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/budiartha/kreativitas-dulang-rotan_550d5370a33311201e2e3a2e
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/budiartha/kreativitas-dulang-rotan_550d5370a33311201e2e3a2e